Oleh : Musri Nauli
SANKSI.ID, OPINI,- Ketika Al Haris sebagai kandidat Gubernur Jambi 2024 – 2029 menghadiri dan menjadi saksi pernikahan di Rantau Keloyang, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, sang pengantin pria menyebutkan “satu terima kawinnya dengan mas kawin satu mayam emas dibayar tunai”.
Kata “mayam” menunjukkan istilah ukuran mas di daerah tertentu. Pengukuran emas yang didapatkan menggunakan penghitungan dari dahulu kala hingga sekarang tetap digunakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di kalangan masyarakat Melayu Jambi, sistem penghitungan luas, jauh, lebar, jumlah dikenal di tengah masyarakat.
Ukuran luas kemudian dihitung antara lebar dan panjang. Ukuran untuk menentukan lebar dan panjang kemudian ditentukan dengan istilah “depa” (depo).
Depo berasal dari kata Depa. Didalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan “depa” yaitu sistem pengukuran sepanjang kedua belah tangan mendatang dari ujung jari tengah tangan kiri sampai ke ujung jari tengah tangan kanan (empat hasta, enam kaki). Satu depa kemudian diukur menjadi 1,7 meter.
Begitu juga istilah tumbuk. Tumbuk berasal dari kata “tombak”. Tombak yaitu senjata berupa kayu yang di ujungnya terdapat sebilah baja tajam. Sedangkan tombak digunakan untuk berburu dengan cara melempar.
Dengan demikian maka tombak yaitu kemampuan orang melempar tombak. Kemampuan manusia untuk melempar tombak ditentukan sejauh 10 meter. Sehingga biasanya 1 tumbuk kemudian diukur 10 meter x 10 meter. Sedikit berbeda istilah “tombak” didalam kamus Bahasa Indonesia. Satu tombak diukur sama 12 kaki.
Istilah “tumbuk” masih dikenal di Jambi. Bahkan jual beli tanah di kota Jambi masih sering menyebutkan tanahnya dengan istilah “tumbuk” untuk menunjukkan luas tanah.
Cara penghitungan lain yaitu menggunakan istilah batu emas. Dibeberapa tempat terhadap pelanggaran terhadap hukum adat dikenal denda adat dengan istilah kambing Sekok, beras 20, batu emas. Istilah batu emas dikonvesi dengna nilai Rp. 500.000,-.
Melihat nilai konversi, maka Batu emas senilai Lima ratus ribu rupiah tidak berbeda dengan nilai emas di Bungo yang biasa dikenal dengna istilah Mayam. 1 mayam senilai 3,37 gram. Sementara di tempat lain Ada juga menyebutkan 1 suku emas senilai 6 gram. Sehingga tepat kemudian definisi mayam didalam kamus Bahasa Indonesia “satuan ukuran berat emas 1/16 bungkal.
Ada juga yang menyebutkan 1 mayam sama dengan 1 ¼ mas. 1 mayam diukur 2,5 gram. Sehingga 1 mas menjadi 3,7 gram.
Ukuran emas ternyata berbeda di Bangko. Di Berbagai seloko sering disebutkan kambing sekok, beras 20, selemak semanis dan Emas 7 tail Sepaho” (denda adat dijatuhi dengna nilai “seekor kambing, beras 20 gantang, selemak semanis dan emas setengah 7 tahil emas). Istilah Tahil dikenal di masyarakat dengan nilai dikonversi dengan 1 gram sama dengan 0,5 tahil.
Mereka menyebutkan “1 mayam”. Istilah “mayam” masih dikenal selain di Merangin juga dikenal di Sarolangun dan Bungo. 1 mayam sama dengan 1 ¼ mas. 1 mayam diukur 2,5 gram. Sehingga 1 mas menjadi 3,7 gram.
Di daerah hilir sendiri istilah “mayam” atau “mas” kurang dikenal. Penghitungan mas Biasa menyebutkan 1 suku. 1 suku berupa 6,7 gram. Sehingga 1 mayam adalah 1,5 suku.
Sedangkan cukai adat (pajak hasil bumi), ada juga menyebutkan “60 kidding maka membayar cukai 60 gantang. Istilah “gantang” merupakan satuan ukuran/isi dengan nilai 3 kg. Istilah sering digunakan untuk menjumlah satuan beras.
Satuan beras juga dikenal dengan canting. Kata canting menunjuk kaleng susu sapi yang kecil. Satu kilogram diukur dengan 4 canting.
Selain canting, gantang juga dikenal istilah “pikul”. Satu pikul lebih kurang 100 kg. Sehingga satu ton biasa disebut 10 pikul.
Ganting adalah takaran beras seukuran kaleng susu. Masyarakat mengenal pengukuran kaleng susu sebagai takaran besar. Kaleng susu adalah kaleng sebagai wadah susu kental yang sudah lama dipergunakan di pelosok-pelosok Jambi.
Namun dalam penghitungan jumlah pembelian selain beras seperti cabe dikenal istilah “mato”. Satu mato ditaksir 100 gram. Sehingga satu kilogram biasa disebut “10 mato”.
Istilah penghitungan yang digunakan masih digunakan masyarakat. Sehingga cara penghitungan masih diterapkan dan masih berlaku hingga sekarang.
Sumber Berita : Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani