Politisi Jadi Profesor : Demi Gengsi atau Kontribusi?

- Redaksi

Rabu, 24 Juli 2024 - 17:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : Bahren Nurdin

(Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik – Tinggal di Australia)

SANKSI.ID, OPINI,- Akhir-akhir ini, kita menyaksikan fenomena menarik di dunia akademik Indonesia. Bukan lagi hanya para akademisi yang mengejar gelar profesor, tetapi juga banyak tokoh non-akademisi, terutama para politisi, yang berlomba-lomba mengajukan diri untuk menyandang gelar tertinggi di dunia pendidikan tinggi ini.

ADVERTISEMENT

ads.

SCROLL TO RESUME CONTENT

Fenomena ini tentu memunculkan pertanyaan: Apa sebenarnya yang mereka cari dari gelar profesor?

Undang-undang telah mengatur dengan jelas syarat dan ketentuan untuk menjadi guru besar atau profesor. Gelar ini pada hakikatnya diperuntukkan bagi kalangan akademisi yang telah menunjukkan dedikasi dan kontribusi signifikan dalam bidang keilmuan mereka.

Lantas, mengapa saat ini banyak non-akademisi, khususnya politisi, berambisi untuk meraih gelar ini?

Mungkinkah ini hanya soal gengsi? Memang, gelar profesor masih dipandang sebagai simbol prestise tertinggi di masyarakat kita. Namun, bukankah esensi dari gelar profesor sesungguhnya bukan terletak pada gelarnya, melainkan pada kontribusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat?

Ketika seorang politisi atau tokoh publik non-akademisi menyandang gelar profesor, pertanyaannya kemudian adalah: lalu apa? Apakah mereka akan menggunakan gelar tersebut untuk memperdalam kajian akademis dalam bidang keahlian mereka? Atau justru gelar itu hanya akan menjadi hiasan semata, tanpa memberikan dampak berarti bagi kemajuan ilmu pengetahuan?

Kita perlu memahami bahwa gelar profesor bukan sekadar pencapaian pribadi. Ia membawa tanggung jawab besar untuk terus berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, melakukan riset-riset inovatif, dan membimbing generasi penerus.

Jika gelar ini diberikan kepada mereka yang tidak memiliki latar belakang atau komitmen dalam dunia akademik, bukankah ini justru akan mengikis makna sejati dari gelar profesor itu sendiri?

Lebih jauh lagi, fenomena ini bisa jadi mencerminkan kondisi masyarakat kita yang masih terjebak dalam “budaya gelar”.

Kita seringkali lebih mengagumi gelar daripada substansi dan kontribusi nyata seseorang. Padahal, sejatinya, nilai seseorang tidak diukur dari gelar yang disandangnya, melainkan dari manfaat yang ia berikan kepada masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Bagi para politisi atau tokoh publik yang mengejar gelar profesor, mungkin ada baiknya untuk merefleksikan kembali motivasi mereka. Apakah gelar itu akan digunakan untuk memberikan sumbangsih nyata dalam dunia akademik? Atau hanya sekadar menambah daftar prestasi pribadi?

Jika memang ada keinginan tulus untuk berkontribusi dalam dunia akademik, mengapa tidak fokus pada penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan terlebih dahulu, baru kemudian gelar akan mengikuti sebagai konsekuensi alami dari dedikasi tersebut?

Kita perlu mengembalikan makna sejati dari gelar profesor. Ia bukan sekadar simbol status atau alat untuk meningkatkan elektabilitas politik. Profesor adalah mereka yang dedikasi hidupnya tercurah untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan pencerahan masyarakat.

Mereka adalah sosok yang tidak hanya brilian dalam teori, tetapi juga mampu mengaplikasikan keilmuannya untuk memecahkan masalah-masalah nyata di masyarakat.

Akhirnya, mohon dicatat, sudah saatnya kita lebih menghargai kontribusi nyata daripada sekadar gelar. Mari kita dorong para tokoh publik, termasuk politisi, untuk berkontribusi dalam bidang keahlian mereka tanpa harus terobsesi dengan gelar akademis tertinggi (walaupun tidak ada salahnya).

Yakinlah, pada akhirnya yang akan dikenang oleh sejarah bukanlah gelar yang disandang, melainkan jejak nyata yang ditinggalkan untuk kemajuan bangsa dan peradaban. Semoga.

Akomentar Anda Terkait Artikel Ini?

Berita Terkait

Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada : Kunci Menuju Kesejahteraan Jambi
Pilgub Jambi 2024 : Kemenangan Fakta, Kegagalan Propaganda
Gaspoll Kemenangan Al Haris-Sani
Komitmen Tanpa Henti: Jambi Bersih Narkoba di Bawah Kepemimpinan Al Haris 
Menuju Pembangunan Pariwisata Jambi Yang Berkelanjutan
Kepemimpinan Tanpa Pamrih: Haris-Sani Pelayan Rakyat dan Jalan Pengabdian untuk Jambi
Memilih Pemimpin Dengan Latar Belakang Narkoba, Kehidupan Malam, dan Seks Bebas
Menolak Islamic Center, Menolak Identitas Jambi: Sebuah Pilihan yang Merugikan

Berita Terkait

Kamis, 16 Januari 2025 - 19:43 WIB

Tiba di Mapolres Kerinci, AKBP Arya Tesa Brahmana Disambut Tarian dan Tradisi Pedang Pora

Rabu, 15 Januari 2025 - 13:30 WIB

Komisi I DPRD Jambi Bersama Satpol PP dan Damkar Provinsi Jambi Study Banding ke Satpol PP Sumsel

Rabu, 15 Januari 2025 - 12:12 WIB

Tingkatkan Pembinaan Kepribadian, Lapas Muara Tebo Laksanakan Pembukaan Santri Warga Binaan

Selasa, 14 Januari 2025 - 16:07 WIB

Kapolres AKBP Handoyo Yudhy Sentosa Bersama AKBP Singgih Hermawan Pimpin Apel Parawel and Welcome Parade

Selasa, 14 Januari 2025 - 11:55 WIB

Sekertaris Komisi III DPRD Provinsi Jambi, Sambut Kunjungan Belajar SMA N 4 Kota Jambi

Senin, 13 Januari 2025 - 21:10 WIB

Gedung Pelayanan BPKB Ditlantas Polda Jambi Diresmikan Kapolda Irjen Pol Rusdi Hartono

Senin, 13 Januari 2025 - 18:45 WIB

DPRD Kabupaten Batang Hari Gelar Paripurna Penetapan Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Hasil Pilkada 2024

Jumat, 10 Januari 2025 - 12:56 WIB

Dandim 0416/Bute Hadiri Rapat Koordinasi Terkait PETI di Desa Sungai Telang

Berita Terbaru